Rabu, 11 Oktober 2017

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN DAN ANCAMAN DEGRADASI EKOSISTEM PESISIR KECAMATAN ABELI, KOTA KENDARI

I.                  Pendahuluan

            Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting karena kawasan ini merupakan penyedia sumberdaya alam yang potensial serta bernilai strategis dalam pengembangan kawasannya. Kawasan pesisir juga memiliki topografi yang relatif datar dan memiliki akses yang sangat baik, dari darat maupun laut sebagai prasarana pergerakan. Menilik Indonesia sebagai salah satu negara bergaris pantai terpanjang di dunia yaitu mencapai 99.093 kilometer sehingga berisikan 516 kota dengan 216 kota diantaranya merupakan kota tepian air (waterfront city) tentu menjadi potensi dalam mengembangkan kawasan-kawasan pesisir di Indonesia (Suprijanto, 2007).
            Perkembangan kota pantai (waterfront city) di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara dengan kegiatan utamanya perdagangan dan jasa serta pusat pemerintahan yang pada mulanya berada di kawasan pesisir (Mulyandari, 2010 dalam Marasabessy, 2013). Kawasan pesisir di Indonesia dlihat dari sejarahnya merupakan titik awal pertumbuhan suatu kota dan berfungsi sebagai pintu gerbang aktivitas perkotaan, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya yang berorientasi ke laut (Laras, 2011). Kota pesisir juga memiliki tingkat kemajuan yang lebih cepat dibandingkan kota daratan. Hal ini disebabkan oleh lancarnya arus perdagangan antar pulau dimana wilayah pesisir menjadi simpul-simpul kegiatan perdagangan serta dalam perkembangannya, kota pesisir lebih cenderung melakukan pembangunan infrastruktur wilayah berupa pelabuhan, jalan, dan sarana prasarana lainnya guna mendukung percepatan pembangunan kota (Iswandi, 2015).
            Kota Kendari merupakan salah satu waterfront city di Indonesia dan merupakan ibukota dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Karena kondisi topografi tepi pantai tersebut, terdapat dampak yang berpengaruh pada tingkat perekonomian di kota ini. Tahun 2016, dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan sebagai penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Kota Kendari sebesar 11,21% setelah lapangan usaha kontruksi dan perdagangan, atau secara detail dalam lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan khusus sektor perikanan berkontribusi sebesar 88,50% dan sisanya adalah sektor pertanian dan kehutanan. (BPS, 2016). Karena potensi tersebut, perlu diadakannya rencana dalam pengembangan kawasan pesisir salah satunya di Kecamatan Abeli, Kota Kendari dimana mempunyai banyak potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan menjadi potensi pariwisata dan industri budidaya pesisir. Namun, dalam proses pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli, terdapat beberapa permasalahan baik dari sisi lingkungan maupun sosial-budayanya.
            Dalam jurnal, “Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli, Kota Kendari” penulis melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat perkembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli dinilai dari kondisi eksisting dan masa mendatang, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mengatasi kegagalan pengembangan yang mungkin timbul. Dari penelitian tersebut, maka dapat dilakukan kajian kritis terhadap isi jurnal terkait isu pesisir eksisting, pembahasan jurnal, serta hasil penelitian yang dipergunakan sebagai acuan serta evaluasi untuk melakukan penelitian sejenis di masa mendatang.

II.               Review

            Jurnal “Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli Kota Kendari” merupakan hasil karya tiga mahasiswa Universitas Halu Oleo yaitu Muis, La Sara, dan Dasmin Sidu. Sesuai dengan judulnya, penelitian dilakukan di Kecamatan Abeli, Kota Kendari dimana kecamatan ini langsung berbatasan dengan Teluk Kendari. Tujuan dari penelitian yaitu mengetahui tingkat perkembangan kawasan pesisir, persepsi para stakeholder mengenai pengelolaan kawasan pesisir, dan strategi pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli.
            Kawasan pesisir Kecamatan Abeli memiliki potensi sumberdaya yang dapat dipertahankan dan dikembangkan berupa hutan mangrove, wisata pesisir yaitu Pantai Nambo dan Pulau Bungkutoko serta usaha budidaya laut (mariculture) yang hingga saat ini telah mencapai luasan 80 ha di Kecamatan Abeli. Namun, terdapat ancaman terhadap potensi sumberdaya tersebut yaitu mendorong terjadinya eksploitasi sumberdaya pesisir secara berlebihan, pencemaran perairan laut akibat limbah domestik dari permukiman dan limbah industri perikanan sekitar kawasan pesisir. Karena permasalahan tersebut, perlu langkah awal dalam upaya pengembangan kawasan pesisir secara berkelanjutan di Kecamatan Abeli dan menjadi alasan dilakukannya penelitian yang tertulis dalam jurnal tersebut.
            Untuk mengetahui tingkat perkembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli maka penulis menyajikan data jumlah keluarga prasejahtera terutama di kelurahan-kelurahan pesisir. Sedangkan hasil analisis pendapat gabungan responden (pemerintah, swasta, dan masyarakat) dengan metode AHP terkait prioritas pemanfaatan dalam perumusan strategi pengembangan wilayah pesisir di Kecamatan Abeli didapatkan pengembangan perikanan memiliki nilai bobot tertinggi, disusul oleh pengembangan industri, pariwisata, dan pelabuhan peti kemas. Alternatif pertama strategi pengembangan yaitu pengembangan perikanan memiliki efek trigger pada alternatif setelahnya yaitu sebagai pengembangan industri, dimana pada Kecamatan Abeli hingga saat ini sebagian besar jenis industrinya adalah industri perikanan yang dibuktikan penulis dengan data jumlah industri besar/sedang dan tenaga kerja di Kecamatan Abeli.
            Pada bagian selanjutnya, penulis memaparkan pembahasan mengenai hasil analisis yang telah diperoleh dengan membaginya menjadi tiga sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tersebut. Pertama untuk tingkat perkembangan kawasan pesisir ditinjau dari 3 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Aspek ekonomi merupakan aspek terpenting yang mempengaruhi pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Abeli. Aspek ini mengangkat 3 kriteria yang merupakan faktor-faktor yang mungkin terjadi yaitu peningkatan pendapatan masyarakat, peluang usaha sektor informal, dan kesenjangan pendapatan. Faktor peningkatan pendapatan masyarakat memperoleh nilai bobot tertinggi dari responden, disebabkan masih tingginya jumlah keluarga prasejahtera di kelurahan-kelurahan pesisir di Kecamatan Abeli sehingga diperlukan upaya pengembangan usaha ekonomi berbasis sumberdaya pesisir yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Faktor yang mungkin terjadi selanjutnya adalah peluang munculnya usaha informal dan kesenjangan pendapatan setelah terjadinya pengembangan kawasan pesisir.
            Aspek sosial terbagi menjadi 3 kriteria dan merupakan faktor yang dapat dirasakan setelah terjadinya pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Abeli yaitu penyerapan tenaga kerja, tersedianya akses pelayanan, dan kesenjangan kesempatan kerja. Prioritas pertama dengan nilai bobot tertinggi adalah kriteria penyerapan tenaga kerja yang tentu akan berimplikasi pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Prioritas selanjutnya adalah tersedianya akses pelayanan berupa infrastruktur, perizinan, dan pelayanan pembinaan dan prioritas terakhir dengan nilai bobot terendah adalah kesenjangan kesempatan kerja karena masyarakat menilai faktor penyebab kesenjangan kesempatan kerja adalah faktor permodalan.
            Pandangan responden terkait aspek lingkungan dalam pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Abeli relatif kecil, dibuktikan dengan nilai bobot yang diperoleh dari hasil analisis pada setiap kriterianya yang cukup rendah dibandingkan dengan kriteria-kriteria pada kedua aspek sebelumnya. Kriteria aspek lingkungan terdiri dari konservasi lingkungan, keamanan dan kenyamanan, dan pencemaran lingkungan. Kriteria dengan nilai bobot tertinggi adalah konservasi lingkungan dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kawasan pesisir perlu dikendalikan agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan. Kriteria selanjutnya yang menjadi prioritas responden adalah keamanan dan kenyamanan yang menggambarkan bahwa masyarakat mempunyai keinginan untuk hidup dalam lingkungan yang aman dan menjamin ketentraman masyarakat di kawasan pesisir. Kriteria terakhir adalah pencemaran lingkungan, masih kurangnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan kawasan pesisir menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di Kecamatan Abeli, dengan kontribusi pencemaran lingkungan terbesar berasal dari industri pengolahan ikan.
            Persepsi stakeholder terhadap arah pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis AHP yang dilakukan penulis berdasarkan nilai bobot tertinggi berturut-turut yaitu pengembangan perikanan, industri, pariwisata dan pelabuhan peti kemas. Mengenai strategi pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Abeli yang menjadi prioritas utama adalah pengembangan budidaya laut (perikanan) dan merupakan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan, membuka peluang usaha sektor informal, serta mengurangi kesenjangan antara masyarakat. Alternatif strategi selanjutnya adalah pengembangan pariwisata yang dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan alternatif lainnya adalah sebagai pelabuhan peti kemas.

III.           Kajian Kritis

            Kajian penulis jurnal “Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli Kota Kendari” memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan terkait isi pembahasan serta metode yang digunakan. Kelebihan yang dapat ditemukan adalah tujuan penelitian secara keseluruhan telah terjawab dengan pemaparan sistematis yang disajikan dengan sub-bagian pada bagian pembahasan, sehingga memudahkan pembaca untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang diangkat. Lalu, untuk pemilihan responden oleh penulis yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat sudah tepat karena ketiga unsur responden tersebut merupakan stakeholder atau aktor pengguna dalam pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli.
            Beberapa kelemahan dapat ditemukan dari penulisan jurnal. Pertama adalah tidak adanya kajian pustaka yang dapat mendukung proses analisis yang dilakukan mengenai pengembangan kawasan pesisir. Hanya ada bagian pendahuluan, metode penelitian, hasil analisis, pembahasan, dan penutup. Sebagai perbandingan, jurnal sejenis yang mengangkat penelitian terkait kawasan pesisir yaitu “Analisis Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Salayar” oleh Manaf terdapat penjelasan mengenai zonasi wilayah pesisir yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan terbatas, dan zona lainnya. Jika penulis dalam jurnal ini memasukkan kajian pustaka tersebut maka akan mendukung hasil analisis dalam memberikan strategi pengembangan kawasan pesisir sesuai dengan pedoman sistem zonasi yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terkait zona pemanfaatan terbatas yang diperuntukkan sebagai perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian, pengembangan, dan/atau pendidikan.
            Selanjutnya, tidak adanya penjelasan bagaimana karakteristik spasial atau karakteristik fisik serta ekosistem pesisir apa yang ada di kelurahan-kelurahan pesisir Kecamatan Abeli, sehingga tidak dapat memberikan gambaran bagi pembaca bagaimana kondisi kawasan pesisir di daerah tersebut. Karakteristik spasial dapat menjelaskan bagaimana kondisi geografis dan morfologi dari kawasan pesisir seperti lereng pantai, jenis pantai dan bentukan-bentukan lainnya di kawasan pesisir. Karakter fisik menjelaskan bagaimana kondisi eksisting lingkungan di kawasan pesisir, sedangkan ekosistem pesisir merupakan komponen hayati dan nir-hayati yang berada pada suatu himpunan lingkungan, contohnya terdiri dari ekosistem estuaria, hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Berdasarkan jurnal “Program Peningkatan Kesadaran Masyarakat tentang Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai Sambuli Kecamatan Abeli Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara” disebutkan di Kecamatan Abeli memiliki karakteristik ekosistem pesisir berupa hutan mangrove.
            Diluar isi dari jurnal yang dibahas, terdapat isu kerentanan pesisir di Kecamatan Abeli yaitu keadaan hutan mangrove di kecamatan ini mengalami degradasi ekosistem mangrove yang disebabkan oleh eksploitasi masyarakat sekitar kawasan pesisir. Di Sulawesi Tenggara sendiri berdasarkan citra satelit tahun 1992 hutan mangrove ditemukan seluas 96.200 Ha dan tahun 2000 menjadi 15.326,9 Ha (Soesilo, 1996 dalam Salam, 2006). Dalam jangka waktu 8 tahun saja, di Provinsi Sulawesi Tenggara mengalami degradasi ekosistem mangrove sebanyak 84% disebabkan pembukaan lahan baru sebagai permukiman, industri, tambak dan jalan raya. Degradasi ekosistem mangrove berimplikasi negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir Kecamatan Abeli, seperti abrasi pantai yang signifikan, penurunan kualitas air, produktivitas perairan dan biota laut akan menurun. Faktor yang mempengaruhinya adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat pentingnya ekosistem pesisir. Sejalan dengan penelitian dalam jurnal yang dibahas, pada tingkat perkembangan kawasan pesisir persepsi responden terkait aspek lingkungan dianggap kurang berpengaruh pada penentuan prioritas arahan pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Abeli. Kegiatan pesisir seperti perikanan, pariwisata, dan industri yang dilakukan di kecamatan tersebut kurang mempertimbangkan segi ekologisnya yang berdampak pada degradasi ekosistem pesisir. Padahal secara tidak langsung dapat mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan laut dan pendapatan masyarakat bermata pencaharian nelayan karena luas habitat biota pesisir dan laut yang semakin berkurang. Sehingga dapat ditarik garis besarnya aspek lingkungan menjadi suatu pertimbangan besar dalam perumusan strategi pengembangan kawasan pesisir terutama di Kecamatan Abeli.
            Sudah tertulis pada bagian sebelumnya bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas terpenting dalam penentuan arahan pengembangan kawasan pesisir berdasarkan hasil penelitian pada jurnal yang dibahas. Ini disebabkan penduduk Kecamatan Abeli terutama di kelurahan-kelurahan pesisir banyak yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kendari jumlah nelayan yang tersebar di 45 kelurahan pesisir mencapai 3400-an jiwa, dan sekitar 2000-an jiwa diantaranya berada di Kecamatan Abeli. Rata-rata penduduk dengan mata pencaharian sebagai nelayan merupakan keluarga pra-sejahtera sehingga memerlukan pengembangan kapasitas usaha ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakatnya.
            Sejalan dengan aspek ekonomi sebagai prioritas arah pengembangan berdasarkan persepsi tiga stakeholder yang dijadikan sebagai sampel penelitian dalam jurnal yang dibahas yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat sepakat pada pengembangan perikanan sebagai prioritas pemanfaatan kawasan pesisir. Didukung dengan hasil analisis dalam jurnal bahwa strategi pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli adalah perikanan. Jika disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Kendari Tahun 2010 – 2030, disebutkan dalam pasal 42 mengenai penetapan rencana pengembangan kawasan strategis Kota Kendari, Kecamatan Abeli merupakan kawasan pengembangan minapolitan yang memiliki nilai ekonomi dan transportasi strategis skala regional. Menilik peraturan diatasnya yaitu Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, Kota Kendari merupakan salah satu dari 179 kota/kabupaten di Indonesia sebagai kawasan strategis minapolitan Nasional, dengan pendetailan daerahnya berdasarkan RTRW Kota Kendari yaitu di Kecamatan Abeli. Sehingga terdapat sinkronisasi antara hasil penelitian jurnal yang dibahas dengan peraturan perundang-undangan.

IV.           Rekomendasi

            Terjadinya degradasi ekosistem pesisir di Kecamatan Abeli yaitu pada hutan mangrove mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman satwa di daerah pesisir, pengikisan pantai meningkat, kemampuan ekosistem menahan gelombang dan tiupan angin berkurang, dan dampak-dampak merugikan lainnya. Kerusakan hutan mangrove dapat diperbaiki dengan beberapa solusi seperti penanaman kembali mangrove di Kecamatan Abeli dengan melibatkan masyarakat sehingga pemulihan, pemeliharaan, dan pemanfaatan kawasan pesisir dapat berlangsung secara terus-menerus (community based), melakukan pengaturan ulang tata ruang wilayah pesisir sekitar kawasan hutan mangrove, dan dapat diterapkannya pajak lingkungan kepada industri-industri yang berlokasi di kawasan pesisir agar dapat mengendalikan pencemaran yang dilakukan di Kecamatan Abeli.
            Terkait perumusan strategi pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli yaitu sebagai kawasan perikanan (minapolitan) perlu mempertimbangkan kembali berbagai aspek berkelanjutan selain aspek ekonomi yang menjadi prioritas penentu arahan pengembangan, yaitu aspek lingkungan dan aspek sosial. Aspek lingkungan yang sudah dijelaskan diatas perlu melakukan pembenahan atas degradasi ekosistem mangrove yang terjadi sebelum melakukan pengembangan dan pemanfaatan kawasan pesisir untuk kegiatan perikanan. Pemanfaatan sumberdaya ikan juga tidak boleh melebihi kemampuan pulih, eksploitasi sumberdaya kelautan harus dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan dan pembuangan limbah yang tidak melebihi kapasitas asimiliasi lingkungan laut. Pada aspek sosial, memandang pentingnya penekanan demokratisasi, pemberdayaan, peran serta, transparansi dan keutuhan budaya sebagai kunci untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan di kawasan pesisir Kecamatan Abeli.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2016. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Kota Kendari Tahun 2012-2016. Badan Pusat Statistik Kota Kendari. Kendari.
Iswandi, R. Marsuki. 2015. Perencanaan dan Pengembangan Kota Pesisir Berwawasan Lingkungan. Unhalu Press. Kendari.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan.
Laras, Bambang Kanti. 2011. “Desain Kebijakan Pengelolaan Waterfront City Kota Semarang”. Disertasi. Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marasabessy, Firdawaty. 2013. “Analisis Infrastruktur Kota di Kawasan Waterfront: Studi Kasus Kota Ternate”. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muis, La Sara, dan Dasmin Sidu. 2015. ‘Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli Kota Kendari’. Jurnal Bisnis Perikanan FPIK UHO. Vol. 2, no. 1, hh. 1-16.
Salam, Ashri, Murfain, dan Ali Rahmat. 2006. ‘Program Peningkatan Kesadaran Masyarakat Tentang Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai Sambuli Kecamatan Abeli Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara’. Jurnal PKMK FPIK UHO. hh 1-8.
Suprijanto. 2007. Karakteristik Spesifik, Permasalahan dan Potensi Pengembangan Kawasan Kota Tepi Laut/Pantai (Coastal City) di Indonesia. Proceeding Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global. hh 289-308.

Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Kendari Tahun 2010 – 2030.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar