I.
Pendahuluan
Kawasan
pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting karena kawasan ini
merupakan penyedia sumberdaya alam yang potensial serta bernilai strategis
dalam pengembangan kawasannya. Kawasan pesisir juga memiliki topografi yang
relatif datar dan memiliki akses yang sangat baik, dari darat maupun laut
sebagai prasarana pergerakan. Menilik Indonesia sebagai salah satu negara
bergaris pantai terpanjang di dunia yaitu mencapai 99.093 kilometer sehingga berisikan
516 kota dengan 216 kota diantaranya merupakan kota tepian air (waterfront city) tentu menjadi potensi
dalam mengembangkan kawasan-kawasan pesisir di Indonesia (Suprijanto, 2007).
Perkembangan
kota pantai (waterfront city) di
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara
dengan kegiatan utamanya perdagangan dan jasa serta pusat pemerintahan yang
pada mulanya berada di kawasan pesisir (Mulyandari, 2010 dalam Marasabessy,
2013). Kawasan pesisir di Indonesia dlihat dari sejarahnya merupakan titik awal
pertumbuhan suatu kota dan berfungsi sebagai pintu gerbang aktivitas perkotaan,
baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya yang berorientasi ke laut (Laras,
2011). Kota pesisir juga memiliki tingkat kemajuan yang lebih cepat
dibandingkan kota daratan. Hal ini disebabkan oleh lancarnya arus perdagangan
antar pulau dimana wilayah pesisir menjadi simpul-simpul kegiatan perdagangan
serta dalam perkembangannya, kota pesisir lebih cenderung melakukan pembangunan
infrastruktur wilayah berupa pelabuhan, jalan, dan sarana prasarana lainnya
guna mendukung percepatan pembangunan kota (Iswandi, 2015).
Kota Kendari
merupakan salah satu waterfront city di
Indonesia dan merupakan ibukota dari Provinsi Sulawesi Tenggara. Karena kondisi
topografi tepi pantai tersebut, terdapat dampak yang berpengaruh pada tingkat
perekonomian di kota ini. Tahun 2016, dari lapangan usaha pertanian, kehutanan,
dan perikanan sebagai penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Kota
Kendari sebesar 11,21% setelah lapangan usaha kontruksi dan perdagangan, atau
secara detail dalam lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan khusus sektor
perikanan berkontribusi sebesar 88,50% dan sisanya adalah sektor pertanian dan
kehutanan. (BPS, 2016). Karena potensi tersebut, perlu diadakannya rencana
dalam pengembangan kawasan pesisir salah satunya di Kecamatan Abeli, Kota
Kendari dimana mempunyai banyak potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan
menjadi potensi pariwisata dan industri budidaya pesisir. Namun, dalam proses
pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli, terdapat beberapa permasalahan
baik dari sisi lingkungan maupun sosial-budayanya.
Dalam
jurnal, “Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli, Kota Kendari” penulis
melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat perkembangan kawasan pesisir di
Kecamatan Abeli dinilai dari kondisi eksisting dan masa mendatang, sehingga
dapat dilakukan upaya untuk mengatasi kegagalan pengembangan yang mungkin
timbul. Dari penelitian tersebut, maka dapat dilakukan kajian kritis terhadap
isi jurnal terkait isu pesisir eksisting, pembahasan jurnal, serta hasil
penelitian yang dipergunakan sebagai acuan serta evaluasi untuk melakukan
penelitian sejenis di masa mendatang.
II.
Review
Jurnal
“Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli Kota Kendari” merupakan hasil
karya tiga mahasiswa Universitas Halu Oleo yaitu Muis, La Sara, dan Dasmin
Sidu. Sesuai dengan judulnya, penelitian dilakukan di Kecamatan Abeli, Kota
Kendari dimana kecamatan ini langsung berbatasan dengan Teluk Kendari. Tujuan
dari penelitian yaitu mengetahui tingkat perkembangan kawasan pesisir, persepsi
para stakeholder mengenai pengelolaan
kawasan pesisir, dan strategi pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli.
Kawasan
pesisir Kecamatan Abeli memiliki potensi sumberdaya yang dapat dipertahankan
dan dikembangkan berupa hutan mangrove, wisata pesisir yaitu Pantai Nambo dan
Pulau Bungkutoko serta usaha budidaya laut (mariculture)
yang hingga saat ini telah mencapai luasan 80 ha di Kecamatan Abeli. Namun,
terdapat ancaman terhadap potensi sumberdaya tersebut yaitu mendorong
terjadinya eksploitasi sumberdaya pesisir secara berlebihan, pencemaran
perairan laut akibat limbah domestik dari permukiman dan limbah industri
perikanan sekitar kawasan pesisir. Karena permasalahan tersebut, perlu langkah
awal dalam upaya pengembangan kawasan pesisir secara berkelanjutan di Kecamatan
Abeli dan menjadi alasan dilakukannya penelitian yang tertulis dalam jurnal tersebut.
Untuk
mengetahui tingkat perkembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli maka penulis
menyajikan data jumlah keluarga prasejahtera terutama di kelurahan-kelurahan
pesisir. Sedangkan hasil analisis pendapat gabungan responden (pemerintah,
swasta, dan masyarakat) dengan metode AHP terkait prioritas pemanfaatan dalam
perumusan strategi pengembangan wilayah pesisir di Kecamatan Abeli didapatkan
pengembangan perikanan memiliki nilai bobot tertinggi, disusul oleh
pengembangan industri, pariwisata, dan pelabuhan peti kemas. Alternatif pertama
strategi pengembangan yaitu pengembangan perikanan memiliki efek trigger pada alternatif setelahnya yaitu
sebagai pengembangan industri, dimana pada Kecamatan Abeli hingga saat ini sebagian
besar jenis industrinya adalah industri perikanan yang dibuktikan penulis
dengan data jumlah industri besar/sedang dan tenaga kerja di Kecamatan Abeli.
Pada bagian
selanjutnya, penulis memaparkan pembahasan mengenai hasil analisis yang telah diperoleh
dengan membaginya menjadi tiga sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian tersebut. Pertama untuk tingkat perkembangan kawasan pesisir
ditinjau dari 3 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan.
Aspek ekonomi merupakan aspek terpenting yang mempengaruhi pengembangan kawasan
pesisir Kecamatan Abeli. Aspek ini mengangkat 3 kriteria yang merupakan
faktor-faktor yang mungkin terjadi yaitu peningkatan pendapatan masyarakat,
peluang usaha sektor informal, dan kesenjangan pendapatan. Faktor peningkatan
pendapatan masyarakat memperoleh nilai bobot tertinggi dari responden,
disebabkan masih tingginya jumlah keluarga prasejahtera di kelurahan-kelurahan
pesisir di Kecamatan Abeli sehingga diperlukan upaya pengembangan usaha ekonomi
berbasis sumberdaya pesisir yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Faktor yang mungkin terjadi selanjutnya adalah peluang munculnya usaha informal
dan kesenjangan pendapatan setelah terjadinya pengembangan kawasan pesisir.
Aspek
sosial terbagi menjadi 3 kriteria dan merupakan faktor yang dapat dirasakan
setelah terjadinya pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Abeli yaitu
penyerapan tenaga kerja, tersedianya akses pelayanan, dan kesenjangan
kesempatan kerja. Prioritas pertama dengan nilai bobot tertinggi adalah
kriteria penyerapan tenaga kerja yang tentu akan berimplikasi pada peningkatan
taraf hidup masyarakat. Prioritas selanjutnya adalah tersedianya akses
pelayanan berupa infrastruktur, perizinan, dan pelayanan pembinaan dan
prioritas terakhir dengan nilai bobot terendah adalah kesenjangan kesempatan
kerja karena masyarakat menilai faktor penyebab kesenjangan kesempatan kerja
adalah faktor permodalan.
Pandangan
responden terkait aspek lingkungan dalam pengembangan kawasan pesisir Kecamatan
Abeli relatif kecil, dibuktikan dengan nilai bobot yang diperoleh dari hasil
analisis pada setiap kriterianya yang cukup rendah dibandingkan dengan
kriteria-kriteria pada kedua aspek sebelumnya. Kriteria aspek lingkungan
terdiri dari konservasi lingkungan, keamanan dan kenyamanan, dan pencemaran
lingkungan. Kriteria dengan nilai bobot tertinggi adalah konservasi lingkungan
dimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kawasan pesisir perlu dikendalikan
agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan. Kriteria selanjutnya yang
menjadi prioritas responden adalah keamanan dan kenyamanan yang menggambarkan
bahwa masyarakat mempunyai keinginan untuk hidup dalam lingkungan yang aman dan
menjamin ketentraman masyarakat di kawasan pesisir. Kriteria terakhir adalah
pencemaran lingkungan, masih kurangnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan
kawasan pesisir menyebabkan penurunan kualitas lingkungan di Kecamatan Abeli,
dengan kontribusi pencemaran lingkungan terbesar berasal dari industri
pengolahan ikan.
Persepsi stakeholder terhadap arah pengembangan
dan pengelolaan kawasan pesisir secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis
AHP yang dilakukan penulis berdasarkan nilai bobot tertinggi berturut-turut
yaitu pengembangan perikanan, industri, pariwisata dan pelabuhan peti kemas. Mengenai
strategi pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Abeli yang menjadi prioritas
utama adalah pengembangan budidaya laut (perikanan) dan merupakan kebutuhan
masyarakat untuk meningkatkan pendapatan, membuka peluang usaha sektor
informal, serta mengurangi kesenjangan antara masyarakat. Alternatif strategi
selanjutnya adalah pengembangan pariwisata yang dapat meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan alternatif lainnya adalah sebagai pelabuhan peti kemas.
III.
Kajian Kritis
Kajian
penulis jurnal “Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli Kota Kendari”
memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan terkait isi pembahasan serta metode
yang digunakan. Kelebihan yang dapat ditemukan adalah tujuan penelitian secara
keseluruhan telah terjawab dengan pemaparan sistematis yang disajikan dengan
sub-bagian pada bagian pembahasan, sehingga memudahkan pembaca untuk menemukan
jawaban dari permasalahan yang diangkat. Lalu, untuk pemilihan responden oleh
penulis yang terdiri dari pemerintah, swasta dan masyarakat sudah tepat karena
ketiga unsur responden tersebut merupakan stakeholder
atau aktor pengguna dalam pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli.
Beberapa kelemahan
dapat ditemukan dari penulisan jurnal. Pertama adalah tidak adanya kajian
pustaka yang dapat mendukung proses analisis yang dilakukan mengenai
pengembangan kawasan pesisir. Hanya ada bagian pendahuluan, metode penelitian,
hasil analisis, pembahasan, dan penutup. Sebagai perbandingan, jurnal sejenis
yang mengangkat penelitian terkait kawasan pesisir yaitu “Analisis Pemanfaatan
Ruang di Wilayah Pesisir Kecamatan Bontoharu Kabupaten Kepulauan Salayar” oleh
Manaf terdapat penjelasan mengenai zonasi wilayah pesisir yang terdiri dari
zona inti, zona pemanfaatan terbatas, dan zona lainnya. Jika penulis dalam
jurnal ini memasukkan kajian pustaka tersebut maka akan mendukung hasil
analisis dalam memberikan strategi pengembangan kawasan pesisir sesuai dengan
pedoman sistem zonasi yang tertuang dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terkait zona pemanfaatan terbatas yang
diperuntukkan sebagai perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan
rekreasi, penelitian, pengembangan, dan/atau pendidikan.
Selanjutnya,
tidak adanya penjelasan bagaimana karakteristik spasial atau karakteristik
fisik serta ekosistem pesisir apa yang ada di kelurahan-kelurahan pesisir
Kecamatan Abeli, sehingga tidak dapat memberikan gambaran bagi pembaca
bagaimana kondisi kawasan pesisir di daerah tersebut. Karakteristik spasial
dapat menjelaskan bagaimana kondisi geografis dan morfologi dari kawasan
pesisir seperti lereng pantai, jenis pantai dan bentukan-bentukan lainnya di
kawasan pesisir. Karakter fisik menjelaskan bagaimana kondisi eksisting
lingkungan di kawasan pesisir, sedangkan ekosistem pesisir merupakan komponen
hayati dan nir-hayati yang berada pada suatu himpunan lingkungan, contohnya
terdiri dari ekosistem estuaria, hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu
karang. Berdasarkan jurnal “Program Peningkatan Kesadaran Masyarakat tentang
Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai Sambuli Kecamatan
Abeli Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara” disebutkan di Kecamatan Abeli
memiliki karakteristik ekosistem pesisir berupa hutan mangrove.
Diluar isi
dari jurnal yang dibahas, terdapat isu kerentanan pesisir di Kecamatan Abeli
yaitu keadaan hutan mangrove di kecamatan ini mengalami degradasi ekosistem
mangrove yang disebabkan oleh eksploitasi masyarakat sekitar kawasan pesisir. Di
Sulawesi Tenggara sendiri berdasarkan citra satelit tahun 1992 hutan mangrove
ditemukan seluas 96.200 Ha dan tahun 2000 menjadi 15.326,9 Ha (Soesilo, 1996
dalam Salam, 2006). Dalam jangka waktu 8 tahun saja, di Provinsi Sulawesi
Tenggara mengalami degradasi ekosistem mangrove sebanyak 84% disebabkan
pembukaan lahan baru sebagai permukiman, industri, tambak dan jalan raya. Degradasi
ekosistem mangrove berimplikasi negatif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pesisir Kecamatan Abeli, seperti abrasi pantai yang signifikan, penurunan
kualitas air, produktivitas perairan dan biota laut akan menurun. Faktor yang
mempengaruhinya adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat pentingnya
ekosistem pesisir. Sejalan dengan penelitian dalam jurnal yang dibahas, pada
tingkat perkembangan kawasan pesisir persepsi responden terkait aspek
lingkungan dianggap kurang berpengaruh pada penentuan prioritas arahan pengembangan
kawasan pesisir Kecamatan Abeli. Kegiatan pesisir seperti perikanan,
pariwisata, dan industri yang dilakukan di kecamatan tersebut kurang
mempertimbangkan segi ekologisnya yang berdampak pada degradasi ekosistem
pesisir. Padahal secara tidak langsung dapat mengakibatkan berkurangnya hasil
tangkapan laut dan pendapatan masyarakat bermata pencaharian nelayan karena
luas habitat biota pesisir dan laut yang semakin berkurang. Sehingga dapat
ditarik garis besarnya aspek lingkungan menjadi suatu pertimbangan besar dalam
perumusan strategi pengembangan kawasan pesisir terutama di Kecamatan Abeli.
Sudah
tertulis pada bagian sebelumnya bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas
terpenting dalam penentuan arahan pengembangan kawasan pesisir berdasarkan
hasil penelitian pada jurnal yang dibahas. Ini disebabkan penduduk Kecamatan
Abeli terutama di kelurahan-kelurahan pesisir banyak yang bermata pencaharian
sebagai nelayan. Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kendari
jumlah nelayan yang tersebar di 45 kelurahan pesisir mencapai 3400-an jiwa, dan
sekitar 2000-an jiwa diantaranya berada di Kecamatan Abeli. Rata-rata penduduk
dengan mata pencaharian sebagai nelayan merupakan keluarga pra-sejahtera
sehingga memerlukan pengembangan kapasitas usaha ekonomi yang dapat
meningkatkan pendapatan masyarakatnya.
Sejalan
dengan aspek ekonomi sebagai prioritas arah pengembangan berdasarkan persepsi
tiga stakeholder yang dijadikan
sebagai sampel penelitian dalam jurnal yang dibahas yaitu pemerintah, swasta,
dan masyarakat sepakat pada pengembangan perikanan sebagai prioritas
pemanfaatan kawasan pesisir. Didukung dengan hasil analisis dalam jurnal bahwa
strategi pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli adalah perikanan. Jika
disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang
RTRW Kota Kendari Tahun 2010 – 2030, disebutkan dalam pasal 42 mengenai
penetapan rencana pengembangan kawasan strategis Kota Kendari, Kecamatan Abeli
merupakan kawasan pengembangan minapolitan yang memiliki nilai ekonomi dan
transportasi strategis skala regional. Menilik peraturan diatasnya yaitu
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35/KEPMEN-KP/2013
tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, Kota Kendari merupakan salah satu dari
179 kota/kabupaten di Indonesia sebagai kawasan strategis minapolitan Nasional,
dengan pendetailan daerahnya berdasarkan RTRW Kota Kendari yaitu di Kecamatan
Abeli. Sehingga terdapat sinkronisasi antara hasil penelitian jurnal yang
dibahas dengan peraturan perundang-undangan.
IV.
Rekomendasi
Terjadinya
degradasi ekosistem pesisir di Kecamatan Abeli yaitu pada hutan mangrove
mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman satwa di daerah pesisir, pengikisan
pantai meningkat, kemampuan ekosistem menahan gelombang dan tiupan angin
berkurang, dan dampak-dampak merugikan lainnya. Kerusakan hutan mangrove dapat
diperbaiki dengan beberapa solusi seperti penanaman kembali mangrove di Kecamatan
Abeli dengan melibatkan masyarakat sehingga pemulihan, pemeliharaan, dan
pemanfaatan kawasan pesisir dapat berlangsung secara terus-menerus (community based), melakukan pengaturan
ulang tata ruang wilayah pesisir sekitar kawasan hutan mangrove, dan dapat
diterapkannya pajak lingkungan kepada industri-industri yang berlokasi di
kawasan pesisir agar dapat mengendalikan pencemaran yang dilakukan di Kecamatan
Abeli.
Terkait perumusan
strategi pengembangan kawasan pesisir di Kecamatan Abeli yaitu sebagai kawasan
perikanan (minapolitan) perlu mempertimbangkan kembali berbagai aspek
berkelanjutan selain aspek ekonomi yang menjadi prioritas penentu arahan
pengembangan, yaitu aspek lingkungan dan aspek sosial. Aspek lingkungan yang
sudah dijelaskan diatas perlu melakukan pembenahan atas degradasi ekosistem
mangrove yang terjadi sebelum melakukan pengembangan dan pemanfaatan kawasan
pesisir untuk kegiatan perikanan. Pemanfaatan sumberdaya ikan juga tidak boleh
melebihi kemampuan pulih, eksploitasi sumberdaya kelautan harus dilakukan
dengan cara-cara yang ramah lingkungan dan pembuangan limbah yang tidak
melebihi kapasitas asimiliasi lingkungan laut. Pada aspek sosial, memandang
pentingnya penekanan demokratisasi, pemberdayaan, peran serta, transparansi dan
keutuhan budaya sebagai kunci untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan
di kawasan pesisir Kecamatan Abeli.
Daftar Pustaka
Badan Pusat
Statistik. 2016. Produk Domestik Regional
Bruto Menurut Lapangan Usaha Kota Kendari Tahun 2012-2016. Badan Pusat Statistik
Kota Kendari. Kendari.
Iswandi, R.
Marsuki. 2015. Perencanaan dan
Pengembangan Kota Pesisir Berwawasan Lingkungan. Unhalu Press. Kendari.
Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35/KEPMEN-KP/2013
tentang Penetapan Kawasan Minapolitan.
Laras,
Bambang Kanti. 2011. “Desain Kebijakan Pengelolaan Waterfront City Kota
Semarang”. Disertasi. Program
Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Marasabessy,
Firdawaty. 2013. “Analisis Infrastruktur Kota di Kawasan Waterfront: Studi
Kasus Kota Ternate”. Tesis. Program
Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muis, La
Sara, dan Dasmin Sidu. 2015. ‘Pengembangan Kawasan Pesisir di Kecamatan Abeli
Kota Kendari’. Jurnal Bisnis Perikanan
FPIK UHO. Vol. 2, no. 1, hh. 1-16.
Salam,
Ashri, Murfain, dan Ali Rahmat. 2006. ‘Program Peningkatan Kesadaran Masyarakat
Tentang Pelestarian Mangrove Berbasis Masyarakat di Pesisir Pantai Sambuli
Kecamatan Abeli Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara’. Jurnal PKMK FPIK UHO. hh 1-8.
Suprijanto.
2007. Karakteristik Spesifik,
Permasalahan dan Potensi Pengembangan Kawasan Kota Tepi Laut/Pantai (Coastal
City) di Indonesia. Proceeding Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota
dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global. hh 289-308.
Peraturan
Daerah Kota Kendari Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Kendari Tahun 2010 – 2030.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar